Seorang gadis duduk di depan rumahnya menikmati senja yang perlahan menghilang, pemuda tersebut bernama Aletta. Ia sedang menikmati sejuknya senja setelah gerimis. Ia duduk di bangku kelas 3 SMP Negeri di Kota Jember.
Tidak lama kemudian, ada seorang gadis yang menyapa Aletta
“Hai Aletta, mengapa kau melamun?” gadis tersebut bernama Aca.
“Tidak Aca, aku hanya menikmati senja yang indah” jawab Aletta. Aca pun duduk disamping Aletta.
Mereka sama-sama hening kemudian Aca teringat akan sesuatu. Aca mempunyai sepupu yang merupakan anak rantau dari Kota Jember yang bernama Kak Kinan. Ia merantau dikarenakan kuliah di Universitas Muhammadiyah di Sidoarjo. Beberapa hari yang lalu Kinan menghubungi Aca, dan membicarakan tentang wayang kulit di Alun-alun Sidoarjo. Kebetulan Aca belum pernah menyaksikan wayang kulit, Aca ingin menyaksikan wayang kulit tersebut. Kemudian terlintas di pikiran Aca, ia ingin mengajak Aletta untuk untuk menyaksikan wayang kulit, yaitu di Alun-alun Sidoarjo yang kebetulan dekat dengan Kos Kak Kinan.
“Aletta minggu ini kamu ada acara?” tanya Aca.
“Kayaknya ngga sih Ca, ada apa Ca?” jawab Aletta.
“Rencananya aku mau ke Sidoarjo, kata kakak sepupuku disana lagi ada wayang kulit, nah kebetulan aku sudah lama tidak menyaksikan wayang kulit, kamu mau ngga nemenin aku?” jelas Aca.
“Aku mau aja, Ca. Tapi kapan kita berangkat ke Sidoarjo? Aku mau izin dulu ke papa mama”.
“Acaranya dimulai rabu malam, sekitar pukul 8 atau 9 malam. Bagaimana kalau kita berangkat rabu sore saja? Nanti kita menginap di kos sepupuku di Sidoarjo. Biar nanti aku yang hubungi dia”
“Ya sudah, Ca. Aku izin dulu ke papa sama mama, nanti aku kabarin lewat whatsapp ya!!”
Sore hari telah berlalu, kini jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aletta sudah izin kepada orang tuanya dan ia diperbolehkan ikut Aca ke Sidoarjo, karena orang tua Aletta juga ingin Aletta mengetahui banyak hal tentang budaya. Kemudian Aletta menghubungi Aca jika ia diperbolehkan untuk menonton wayang kulit dengan Aca.
Esok hari, Aca dan Aletta prepare di rumah masing-masing untuk berangkat ke Sidoarjo. Sore hari, Aca memberitahu Aletta jika besok sore mereka akan berangkat dari stasiun pukul 3 sore. Tibalah pada hari rabu pukul 14.30, Aca dan Aletta sudah siap untuk menuju stasiun. Sesampainya di stasiun ternyata mereka masih harus menunggu kereta sekitar 15 menit. Jadi, mereka berangkat setelah kereta sampai. Perjalanan dari Jember menuju Sidoarjo sekitar 3 Jam.
Sesampainya di Stasiun Sidoarjo, mereka dijemput kakak sepupu Aca, yaitu Kak Kinan. Mereka bertiga menuju kos menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit. Pada saat di jalan, mereka melihat ada poster ajakan menonton wayang kulit di Alun-alun Sidoarjo karena memang dilihat dari dalangnya juga cukup terkenal. Tidak terasa, mereka sudah sampai di kos Kak Kinan. Aca dan Aletta istirahat sebentar kemudian mereka bersih diri dan sholat lalu mereka bertiga bersiap untuk berangkat ke Alun-alun Sidoarjo.
Sesampainya di Alun-alun Sidoarjo mereka dibuat takjub dengan orang orang yang excited untuk menyaksikan wayang kulit, begitu ramai. Mereka bertiga tidak langsung mencari tempat untuk menonton, melainkan mereka membeli jajanan dahulu. Setelah dirasa jajanan mereka cukup, mereka bergegas mencari tempat duduk paling depan agar mereka dapat menyaksikan dengan seksama. Kebetulan teman Kak Kinan, Kak Andre ikut serta menjadi panitia di acara tersebut. Mereka di ajak oleh Kak Andre untuk mencari tempat duduk paling depan. Dan akhirnya mereka pun menemukan tempat duduk yang nyaman.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, yang artinya acara pertunjukan wayang kulit akan segera dimulai. Acara sudah dimulai. Dan ternyata dalang wayang kulit kali ini memang cukup terkenal, yaitu Ki Haji Anom Suroto. Aca, Aletta, dan Kak Kinan sungguh antusias menyaksikan wayang kulit tersebut, karena mereka memang ingin tau seperti apa sih wayang kulit itu?
Mereka menyaksikan dengan seksama, hingga mereka tak sadar jika jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Yang artinya, pertunjukan wayang kulit akan selesai 1 jam lagi. Setelah pertunjukan selesai, Aletta penasaran akan sesuatu, ia ingin bertanya hal yang lebih banyak tentang wayang kulit. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mendatangi dalang tersebut ketika acara sudah selesai. Dan ternyata, mereka diizinkan untuk menemui Ki Haji Anom Suroto.
Pada saat bertemu dengan dalang tersebut, Kak Kinan yang memulai pembicaraan
“Permisi pak, apa tidak apa-apa waktu bapak saya ganggu sebentar?”
“Oh iya nak. Ada apa?” jawab Ki Haji Anom Suroto
“Jadi seperti ini pak, kami bertiga ingin bertanya seputar tentang wayang kulit ke bapak. Apakah boleh?” tanya Aca
“Ya, tentu saja! Karena jarang-jarang anak muda seperti kalian ingin tahu tentang budaya lokal” seru Ki Haji Anom Suroto
“Apakah boleh bapak jelaskan yang lebih rinci tentang wayang kulit ini?” tanya Aletta
“Wayang kulit itu merupakan satu dari berbagai warisan kebudayaan masa lampau di Indonesia yang masih mampu bertahan dan masih mendapatkan tempat di hati masyarakat luas, khususnya orang Jawa. Bagi orang Jawa mungkin Wayang Kulit bukan sesuatu yang mengherankan atau mengundang pertanyaan, tetapi sebenarnya Wayang Kulit adalah sebuah maha karya yang unik.” Jelas Ki Haji Anom Suroto
“Lalu bagaimana dengan perkembangan wayang kulit ini, pak?” tanya Aca
“Kemudian perkembangan Wayang Kulit memasuki babak baru pada masa kesultanan Islam. Wayang Kulit tidak lagi eksklusif milik lingkungan istana saja. Namun, para pendakwah Islam di Jawa membawa Wayang Kulit ke masyarakat akar rumput, dan mereka juga mengubah bentuk-bentuk Wayang agar sejalan dengan ajaran Islam dan tujuan dakwah. Beberapa pendakwah Islam itu juga seorang dalang yang andal, salah satu yang paling terkenal adalah Sunan Kalijaga. Lalu sejak kemerdekaan, Indonesia memiliki sejumlah Sekolah Tinggi dengan jurusan pedalangan di mana dari lembaga inilah, kemungkinan baru terhadap pengembangan Wayang Kulit bergulir.” Jawab Ki Haji Anom Suroto
“Wayang kulit ini memiliki sejarah yang panjang, Catatan tertua tentang wayang kulit atau wayang purwa tersua dalam Prasasti Kuti bertarikh 840 M dari Joho, Sidoarjo, Jawa Timur.”
“Wah, terimakasih pak sudah mau berbagi ilmu kepada kami seputar kearifan budaya wayang kulit” ucap Aca
“Iya, nak. Sama-sama saya juga senang bisa berbagi ilmu dengan kalian”
“Sekali lagi, kami minta maaf sudah mengganggu waktu bapak. Kami pamit dulu ya, Pak!” pamit Aletta
“Iya, Nak. Hati-hati di jalan!” Sahut dalang tersebut
Setelah itu, mereka bertiga pergi dari tempat pertunjukan tersebut. Tetapi, mereka tidak langsung pulang melainkan mencari makanan untuk makan di Kos Kak Kinan. Sambil berjalan, mereka juga mencari makanan di sekitar Alun-alun Sidoarjo hingga mereka melihat di depan ada yang berjualan Lontong Kupang. Lontong kupang merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur, khususnya Surabaya dan Sidoarjo yang tidak boleh dilewatkan. Lontong kupang biasa disajikan dengan sate kerang dan es degan. Es degan biasanya diminum untuk menawar zat racun yang mungkin ada di dalam kupang. Kemudian mereka bertiga pergi ke tempat tersebut dan membungkus Lontong Kupang karena memang jam sudah menunjukkan pukul dini hari.
Mereka cepat-cepat menuju ke Kos Kak Kinan. Setelah sekitar 15 menit, mereka sampai di Kos. Mereka bertiga langsung bersih diri, kemudian siap-siap untuk makan Lontong Kupang.
“Wah, enak sekali rasanya! Aku sudah lama tidak makan Lontong Kupang.” Ucap Aletta
“Iya, benar! Kalau tau rasanya enak seperti ini aku pasti sudah membeli 2 porsi.” Sahut Aca
“Sudah-sudah, ayo cepat habiskan lalu kita segera tidur karena sudah mau pagi!”
Setelah mereka menghabiskan makanannya, mereka langsung mencuci piring dan minum kemudian mereka tidur.
Keesokan harinya, pukul 04.30 alarm Kak Kinan berbunyi. Kak Kinan segera membangunkan Aca dan Aletta, setelah mereka bangun mereka langsung melaksanakan sholat subuh. Kemudian, mereka tidur lagi karena memang mereka kecapean semalam. Lalu, mereka bangun pukul 09.00 dan langsung bergegas untuk mandi. Rencananya, Aca dan Aletta akan kembali ke Jember sore ini. Tetapi, siangnya mereka ingin membeli oleh-oleh terlebih dahulu. Selesai mandi, mereka memasak terlebih dahulu untuk sarapan walaupun jam sudah menunjukkan pukul 10.00.
Mereka bertiga bersiap untuk menuju pusat oleh-oleh di Sidoarjo. Setelah sampai, Aca dan Aletta bingung mereka akan membeli oleh-oleh apa karena memang sebanyak itu oleh-oleh di Sidoarjo. Mereka bertiga berjalan memutari pusat oleh oleh hingga mereka memilih untuk membeli Bandeng Asap. Bandeng Asap merupakan salah satu makanan khas Sidoarjo yang rasanya tak kalah enak dengan Lontong Kupang. Bandeng Asap ini merupakan olahan dari ikan bandeng segar yang dimatangkan dengan cara pengasapan, menghasilkan bandeng asap dengan rasa yang khas dan lezat.
Tiba-tiba Aca bertanya kepada penjual bandeng asap
“Bu, bagaimana dan berapa lama bandeng asap ini bisa bertahan?”
“Bandeng Asap ini bisa tahan beberapa hari tanpa disimpan di lemari es, jadi cocok dijadikan oleh-oleh, Mbak..”
“Oh gitu…Ya sudah, beli 5 bungkus ya, bu..”
“Iya, Nak. Ditunggu ya..”
“Bandeng Asap yang dijual disini sebetulnya sudah dalam keadaan matang, jika ingin dinikmati bisa langsung dimakan dengan sambal petisnya atau dikukus sebentar saja untuk menghangatkan.” Imbuh ibu penjual Bandeng Asap
“Baik bu, totalnya berapa?”
“Total semuanya 95 ribu, Mbak..”
“Ini ya bu, kembaliannya ambil saja bu..”
“Alhamdulillah. Terimakasih, Mbak..”
Selesai membeli Bandeng Asap, mereka langsung kembali ke kos. Dikarenakan jadwal keberangkatan kereta Aca dan Aletta maju 2 Jam, mereka harus tiba di Stasiun Sidoarjo pukul 2 siang. Aca dan Aletta segera bersih diri kemudian sholat dzuhur dan dilanjutkan packing barang-barang mereka. Setelah semua selesai, mereka menuju ke Stasiun, dan tidak lupa memberi 1 Bandeng Asap yang mereka beli tadi untuk Kak Kinan. Karena, Kak Kinan sudah mau menemani mereka selama di Sidoarjo.
Setelah sampai di Stasiun, 15 menit lagi kereta yang dinaiki Aca dan Aletta akan segera berangkat. Mereka segera berpamitan kepada Kak Kinan. Setelah itu, mereka langsung bergegas menuju kereta. Di perjalanan, mereka tertidur kemudian mereka bangun pukul 4 sore dan ternyata cuaca sangat sejuk karena habis hujan. Akhirnya, 3 jam perjalanan berlalu. Mereka sudah sampai di Kota Jember dan mereka sudah dijemput oleh orang tua Aca. Kemudian mereka mencari makan, dan menemukan bakso di pinggir jalan. Mereka memakan bakso sambil menikmati senja yang sebentar lagi akan menghilang.
Selesai makan, mereka langsung bergegas untuk pulang. Sampai di rumah Aca, Aletta langsung berpamitan kepada papa mama Aca. Kemudian, Aletta segera pulang jalan kaki karena kebetulan rumah mereka hanya terbatas 2 rumah saja. Setelah Aletta sampai di rumahnya, ia langsung mandi dan ibunya menyiapkan Bandeng Asap yang dibeli oleh Aletta untuk makan malam keluarganya. Begitu pun dengan Aca, ia sedang menikmati Bandeng Asap bersama keluarga dirumahnya. Aca dan Aletta sama-sama bercerita di rumah masing-masing tentang apa yang mereka peroleh kemarin di Kota Sidoarjo.
Penulis bernama “Nadifa Rahmalia Widya Kustanti”. Lahir di Sidoarjo, 04 November 2006. Ia adalah anak pertama dari pasangan suami istri Kusman (Alm) dan Widayah Astutik. Ia tinggal di Desa Bakung Pringgodani, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo. Ia pelajar di SMPN 2 Balongbendo duduk di bangku kelas 3 SMP yang sebentar lagi akan melanjutkan jenjang pendidikan SMA. Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu di TK Darmawanita yang ber-alamat di Desa Kedungsukodani. Ia juga alumni dari SDN Kedungsukodani, Balongbendo, Sidoarjo. Berikut ini adalah email Penulis yang dapat dihubungi, nadifarahmalia1@gmail.com . Dan No. Handphone yang dapat dihubungi, 088989369627